Menurut seorang ilmuwan muslim Bangladesh,
DR. Muhammad S.A Ibrahimy, napas keislaman dalam pribadi seorang muslim
merupakan elan vitale yang menggerakan perilaku yang diperkokoh dengan ilmu
pengetahuan yang luas. Sehingga ia mampu memberikan jawaban yang tepat guna
terhadap tantangan perkembangan ilmu dan teknologi.
Sedangkan DR. Yusuf Qaradhawi memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya. Pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam perang, dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya. Menurut DR. Mohammad Natsir, maksud ‘didikan’ di sini ialah satu pimpinan jasmani dan ruhani yang menuju kepada kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan sesungguhnya.
Pada intinya adalah, pendidikan tidak dapat dilepaskan dari tiga unsur dimana hal ini juga sebagai asal muasal manusia dan ketiganya tidak dapat dipisahkan:
1.
Jasad.
2.
Ruh.
3.
Intelektualitas.
Semua manusia adalah sama dalam komposisi ini. Mereka semua tercipta dan dilahirkan ke alam dunia ini dengan dasar penciptaan dan kehidupan yang tidak berbeda.
Berdasarkan
hal-hal di atas, Islam memandang pendidikan sebagai sesuatu yang identik dan
tidak terpisahkan. Dengan demikian, pendidikan dalam pandangan Islam meliputi
tiga aspek yang tidak dapat dipilah-pilah:
·
Pendidikan jasad (tarbiyah jasadiyah),
·
Pendidikan Ruh (tarbiyah ruhiyah),
·
Pendidikan intelektualitas (tarbiyah 'aqliyah).
Pemahaman tentang pendidikan menurut Islam sebagaimana yang telah dijelaskan memiliki perbedaan-perbedaan yang sangat mencolok dengan bagaimana dunia barat memahami pendidikan. Jika dalam Islam pendidikan harus meliputi tiga aspek seperti di atas, maka dalam pandangan barat semua aspek itu tidak perlu selalu diidentikkan. Dalam pendidikan barat juga lebih ditekankan pada rasionalitas semata.
Di Barat, pendidikan menjadi ajang
pertarungan ideologis dimana apa yang menjadi tujuan pendidikan –secara tidak
langsung merupakan tujuan hidup – berbenturan dengan kepentingan-kepentingan
lain. Di sinilah perbedaan pendapat para filosof Barat dalam menetapkan tujuan
hidup. Orang-orang Sparta salah satu kerajaan Yunani lama dahulu berpendapat
bahwa tujuan hidup adalah untuk berbakti kepada negara, untuk memperkuat
negara. Dan pengertian kuat menurut orang-orang Sparta adalah kekuatan fisik.
Oleh sebab itu tujuan pendidikan Sparta adalah sejajar dengan tujuan hidup mereka,
yaitu memperkuat, memperindah dan mempertegus jasmani.
Sebaliknya orang Athena, juga salah
satu kerajaan Yunani lama, berpendapat bahwa tujuan hidup adalah mencari
kebenaran (truth), dan kalau bisa menyirnakan diri pada kebenaran itu. Dan
Plato menjelaskan bahwa benda, konsep-konsep dan lainnya bukanlah benda
sebenarnya. Dia sekedar bayangan dari benda hakiki yang wujud di alam utopia.
Manusia terdiri dari roh dan jasad. Roh itulah hakikat manusia, maka segala
usaha untuk membersihkan, memelihara, menjaga dan lain-lain roh itu disebut
pendidikan.
Madzhab-madzhab pendidikan eropa Barat dan
Amerika sesuah Decartes (1596-1650) mengambil dari kedua madzhab Yunani lama
tersebut, dan semua madzhab beranggapan bahwa dunia inilah tujuan hidup
sehingga ada yang mengingkari sama sekali wujud Tuhan dan hari akhir. Ada
madzhab rasionalisme yang berpangkal pada Plato, Aristoteles, Descartes, Kant,
dan lainnya; ada madzhab impirisme yang dipelopori oleh John Locke yang
terkenal dengan kerta putih (tabu rasa); ada madzhab progressivisme yang
dipelopori oleh John Dewey yang berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah
lebih banyak pendidikan; ada madzhab yang berasal dari sosiolog, yaitu
sosiologi pengetahuan yang menitik beratkan budaya; selanjutnya ada madzhab
fenomenologi atau eksistensialisme yang beranggapan bahwa pendidikan seharusnya
bersifat personal, oleh sebab itu sekolah tidak ada gunannya dan harus
dibubarkan. Hal ini tercermin dalam firman Allah SWT yang menggambarkan
orang-orang Dahriyyun (Naturalist), “Mereka berkata tidak ada hidup kecuali
hidup kita di dunia ini. Kita mati kita hidup, tidak ada yang membinasakan kita
kecuali masa. Sedangkan mereka dalam hal ini tidak tahu apa-apa. Mereka
hanyalah menyangka-nyangka” (QS.45:23).
Dari segi karakteristik, terdapat perbedaan
antara pendidikan Islam dan Barat. Menurut Prof. Dr. Azyumardi Azra, Dalam
Islam pendidikan memiliki karakteristik, yaitu pertama, Penguasaan Ilmu
Pengetahuan. Ajaran dasar Islam mewajibkan mencari ilmu pengetahuan bagi setiap
Muslim dan muslimat. Setiap Rasul yang diutus Allah lebih dahulu dibekali ilmu
pengetahuan, dan mereka diperintahkan untuk mengembangkan llmu pengetahuan itu.
Hal ini sesuai hadits Rasulullah saw ,
طلب العلم فريضة على كل مسلم ومسلمة
Kedua, Pengembangan Ilmu Pengetahuan.
Ilmu yang telah dikuasai harus diberikan dan dikembangkan kepada orang lain.
Nabi Muhammad saw sangat membenci orang yang memiliki ilmu pengethauan, tetapi
tidak mau memberi dan mengembangkan kepada orang lain (HR. Ibn al-Jauzy)
كاتم العلم يلعنه كل شيء حتى الحوت في البحر والطير في السماء
Ketiga, penekanan pada nilai-nilai
akhlak dalam penguasaan dan pengembangan ilmu penetahuan. Ilmu pengetahuan yang
didapat dari pendidikan Islam terikat oleh nilai-nilai akhlak .
إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
Keempat, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan, hanyalah untuk pengabdian kepada Allah dan kemaslahatan umum, seperti pada hadits riwayat Abu al-Hasan Bin Khazem bin Anas ,
تعلموا من العلم فو الله لا تؤجرون بجميع العلم حتى تعملوا
Kelima, penyesuaian terhadap
perkembangan anak. Sejak awal perkembangan Islam, pendidikan Islam diberikan
kepada anak sesuai umur, kemampuan, perkembangan jiwa, dan bakat anak. Setiap
usaha dan proses pendidikan haruslah memperhatikan faktor pertumbuhan anak. Ali
bin Abi Thalib sebagaimana dikutif Fazhur Rahman berkata :
Heart of people have desires and aptitudes;
sometimes they are ready to listen and others time are not. Enter to people's
hearts through their aptitudes. Talk to them when they ready to listen. For the
condition of heart is such that you force to do something, then it becomes
blind (and refuses to accept it).
Keenam, pengembangan kepribadian.
Bakat alami dan keampuan pribadi tiap-tiap anak didik diberikan kesempatan
berkembang sehingga bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat. Setiap murid
dipandang sebagai amanah Tuhan, dan seluruh kemampuan fisik & mental adalah
anugerah Tuhan. Perkembangan kepribadian itu berkaitan dengan seluruh nilai
sistem Islam, sehingga setiap anak dapat diarahan untuk mencapai tujuan Islam.
Ketujuh, penekaanan pada amal saleh dan tanggung jawab. Setiap anak didik diberi semangat dan dorongan untuk mengamalkan ilmu pengetahuan sehingga benar-benar bermanfaat bagi diri, keluarga dan masyarakat secara keseluruhan. Amal shaleh dan tanggung jawab itulah yang menghantarkannya kelak kepada kebahagiaan di hari kemudian kelak (HR. Muslim).
إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا من ثلاث : صدفة جارية أو عمل ينتفع
به وولد صالح يدعوله
Dengan karakteristik-karakteristik
pendidikan tersebut tampak jelas keunggulan pendidikan Islam dibanding dengan
pendidikan lainnya. Karena, pendidikan dalam Islam mempunyai ikatan langsung
dengan nilai-nilai dan ajaran Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupannya.
Dalam pendidikan Barat, ilmu tidak lahir
dari pandangan hidup agama tertentu dan diklaim sebagai sesuatu yang bebas
nilai. Namun sebenarnya tidak benar-benar bebas nilai tapi hanya bebas dari
nilai-nilai-nilai keagamaan dan ketuhanan. Menurut Naquib al-Attas, ilmu dalam
peradaban Barat tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama namun
dibangun di atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang
terkait dengan kehidupan sekular yang memusatkan manusia sebagai makhluk
rasional. Akibatnya, ilmu pengetahuan serta nilai-nilai etika dan moral, yang
diatur oleh rasio manusia, terus menerus berubah . Sehingga dari cara pandang
yang seperti inilah pada akhirnya akan melahirkan ilmu-ilmu sekular.
Masih menurut al-Attas, ada lima
faktor yang menjiwai budaya dan peradaban Barat, pertama, menggunakan akal
untuk membimbing kehidupan manusia; kedua, bersikap dualitas terhadap realitas
dan kebenaran; ketiga, menegaskan aspek eksistensi yang memproyeksikan
pandangan hidup sekular; empat, menggunakan doktrin humanisme; dan kelima,
menjadikan drama dan tragedi sebagai unsur-unsur yang dominan dalam fitrah dan
eksistensi kemanusiaan . Kelima faktor ini amat berpengaruh dalam pola pikir
para ilmuwan Barat sehingga membentuk pola pendidikan yang ada di Barat.
Ilmu yang dikembangkan dalam
pendidikan Barat dibentuk dari acuan pemikiran falsafah mereka yang dituangkan
dalam pemikiran yang bercirikan materialisme, idealisme, sekularisme, dan
rasionalisme. Pemikiran ini mempengaruhi konsep, penafsiran, dan makna ilmu itu
sendiri. René Descartes misalnya, tokoh filsafat Barat asal Perancis ini
menjadikan rasio sebagai kriteria satu-satunya dalam mengukur kebenaran. Selain
itu para filosof lainnya seperti John Locke, Immanuel Kant, Martin Heidegger,
Emillio Betti, Hans-Georg Gadammer, dan lainnya juga menekankan rasio dan panca
indera sebagai sumber ilmu mereka, sehingga melahirkan berbagai macam faham dan
pemikiran seperti empirisme, humanisme, kapitalisme, eksistensialisme,
relatifisme, atheisme, dan lainnya, yang ikut mempengaruhi berbagai disiplin
keilmuan, seperti dalam filsafat, sains, sosiologi, psikologi, politik,
ekonomi, dan lainnya .
Perbandingan
Karakteristik Pendidikan Islam dan Barat Menurut Pervez Hoodbhoy, perbedaan
pendidikan Islam dan Barat bukan pada istilah pendidikan keagamaan tradisional
dan pendidikan sekular modern, karena kedua jenis pendidikan tersebut
menyandarkan diri pada dua filsafat pendidikan yang sama sekali berbeda dan
mempunyai dua perangkat tujuan dan metode yang juga berbeda.
Berikut
ini akan ditujukan perbedaan antara versi pendidikan religius tradisional, yang
murni dan karenanya teoritis, dan versi pendidikan modern yang dijadikan
pembanding.
Pendidikan Religius Tradisional Pendidikan Sekuler Modern
Pendidikan Religius Tradisional Pendidikan Sekuler Modern
1. Orientasi keakhiratan X Orientasi
kesekuleran
2. Berupaya mencapai sosialisasi ke dalam
Islam X Berupaya mencapai perkembangan individu
3. Kurikulum tidak berubah sejak abad
pertengahan X Kurikulum merespon perubahan-perubahan berkenaan dengan bidang
studi
4. Pengetahuan berdasarkan pada wahyu dan
tidak dipersoalkan X Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman dan deduksi
5. Pengetahuan dicari dan diperoleh
berdasarkan pada perintah Tuhan X Pengetahuan diperlukan sebagai alat untuk
menyelesaikan masalah
6. Mendiskusikan moralitas dan
asumsi-asumsi tidak dikehendaki X Mendiskusikan moralitas dan asumsi-asumsi
disambut baik
7. Metode dan teknik mengajar pada
dasarnya otoriter X Metode dan teknik mengajar student-center
8. Penghapalan dianggap sangat menentukan
X Pencerapan konsep-konsep kunci dianggap menentukan
9. Mental mahasiswa dianggap
pasif-reseptif X Mental mahasisswa dianggap aktif-produktif
10. Pendidikan secara umum tidak
dispesialisasikan X Pendidikan dispesialisasikan
Referensi :